- I. PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Pada mulanya masalah lingkungan hidup adalah masalah yang timbul secara alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan dapat pulih kemudian secara alami. Akan tetapi saat ini masalah lingkungan tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah yang alami, karena manusia menjadi faktor utama penyebab terjadinya masalah lingkungan.
Lingkungan hidup merupakan media timbal balik antara mahluk hidup dengan benda mati yang merupakan satu kesatuan yang utuh, dimana manusia terdapat di dalamnya. Menurut Otto Soemarwoto, sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Keempat, faktor non material suhu, cahaya, dan kebisingan[1]. Pada persoalan lingkungan saat ini, seperti pemcemaran, kerusakan sumber daya alam, penyusutan cadangan-cadangan hutan, musnahnya berbagai jenis spesies hayati bahkan jenis-jenis penyakit yang berkembang saat ini, diyakini merupakan gejala negatif yang secara dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri.
Dari lingkungan hidup, manusia, hewan dan tumbuhan bisa memperoleh daya atau tenaga. Manusia memperoleh kebutuhan primer, kebutuhan sekunder atau bahkan memenuhi kebutuhannya sendiri berupa hasrat atau keinginan. Setiap kegiatan manusia baik dalam riak kecil maupun riak yang lebih besar, dalam langkah yang insidentil maupun rutin, selalu akan mempengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, manusia tidak akan lepas pula dari pengaruh lingkungan baik yang datang dari alam sekitarnya, dari hubungan dengan individu maupun hubungan dengan masyarakat.
Masalah lingkungan timbul sebagai akibat adanya ketidakseimbangan diantara komponen-komponen lingkungan hidup. Sebagai contoh apa yang pernah terjadi di Serawak, ketika daerah itu terkena wabah penyakit malaria. Untuk menghadapi wabah tersebut pemerintah melancarkan operasi penyemprotan nyamuk malaria dengan menggunakan DDT yang berakibat matinya spesies lain yang tidak menjadi sasaran dalam operasi tersebut. Pencemaran lingkungan semakin diperparah dengan lahirnya Revolusi Industri tatkala pencemaran berasal dari pabrik-pabrik, pertanian dan transportasi di negara maju. Prof. Emil Salim mengamati masalah lingkungan hidup kini tampil dalam dua hal utama yaitu :
- Adanya perkembangan teknologi
- Ledakan penduduk
Peranan dunia secara global terhadap perkembangan asas-asas pengelolaan lingkungan dan pembangunan sangat penting artinya bagi pengembangan hukum, baik secara internasional maupun secara nasional. Setelah berlangsungnya beberapa Konferensi dunia tentang lingkungan hidup seperti Konferensi Stockholm tahun 1972 dan KTT Rio tahun 1992 memberikan pengaruh besar kepada negara Indonesia dalam merumuskan produk perundangan di bidang lingkungan hidup. Undang-Undang tersebut diawali dengan UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPLH 1982), yang kemudian dikembangkan lagi menjadi UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Agar lebih menjamin kepastian hukum dan lebih memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan keseluruhan ekosistem, dilakukan pembaruan terhadap UU No. 23 tahun 1997 menjadi UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 84 ayat (1) diatur tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan yakni melalui metode ADR (Alternative Dispute Resolution), dimana metode ini merupakan suatu tindakan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang dianggap lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan.
- B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, penulis mencoba membuat pokok permasalahan yang akan diangkat dalam makalah mengenai metode ADR ( Alternative Despute Resolution) ini, yaitu :
- Bagaimana penerapan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dengan menggunakan metode ADR ( Alternative Despute Resolution)?
- Bagaimana keefektifan metode ADR dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup?
- II. PEMBAHASAN
- A. Penerapan Metode Alternative Dispute Resolution di Indonesia
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan metode ADR( Alternative Dispute Resolution ) sebenarnya sudah lama dikenal khususnya di Amerika Serikat. Sama halnya di negara Indonesia dimana metode penyelesaian di luar pengadilan juga lebih diharapkan oleh masyarakat daripada menggunakan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan melalui jalur pengadilan. Hal ini disebabkan masyarakat banyak kurang puas dengan penyelesaian melalui jalur pengadilan, bukan karena masyarakat kurang puas terhadap keputusan hakim dalam menilai suatu perkara, namun lebih disebabkan kepada proses pengadilan yang berkepanjangan dan membutuhkan biaya yang tinggi.
Di Amerika Serikat misalnya, pembicaraan mengenai ADR ini dilakukan secara intensif mulai pada tahun 1976, antara lain adanya tulisan Prof. Frank Sander tentang “ Varieties of Dispute Resolution” (Jacqueline M. Nolan Haley, 1991:5). Idenya kemudian dipelajari dan berkembang serta masuk dalam sistem hukum Amerika Serikat [2]. Di negara Indonesia metode ADR juga dimasukkan ke dalam sistem hukum negara yaitu pada pasal 84 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang menjadi latar belakang dan sekaligus tujuan munculnya mekanisme alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini adalah :
(a) Mengurangi penumpukan perkara di pengadilan (court congestion). Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan mengakibatkan proses peradilan menjadi panjang, memakan waktu dan biaya serta hasilnya belum tentu memuaskan.
(b) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. Penyelesaian yang hanya melalui pengadilan membuat masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan sengketa mereka sendiri secara memuaskan.
(c) Memperlancar dan memperluas akses kepada keadilan (access to justice).
(d) Memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Dengan diterapkannya metode ADR dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan cepat dan dengan biaya yang relatuf murah. Yang terpenting adalah tuntutan masyarakat ( ganti kerugian) bisa cepat diperoleh, pemulihan lingkungan lebih cepat dilaksanakan dan menjunjung tinggi prinsip win-win solution.
- B. Bentuk-Bentuk ADR
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 84, 85 dan 86 Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diselenggarakan antara lain untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Dalam pasal 85 UU No. 32 tahun 2009 sangat dijelaskan mengenai hal tersebut.
Bentuk bentuk Alternative Dispute Resolution yang dilaksanakan di sistem hukum Negara Indonesia adalah sebagai berikut :
(a) Negosiasi
Negosiasi secara umum dapat diartikan sebagai satu upaya penyelesaian sengketa oleh para pihak tanpa melalui proses peradilan. Dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif [3]. Dengan demikian negosiasi adalah proses tawar menawar yang bersifat konsensus yang di dalamnya para pihak berusaha memperoleh atau mencapai persetujuan tentang hal-hal yang disengketakan atau yang berpotensi menimbulkan sengketa. Para pihak yang bersengketa berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi secara korporatif dan saling terbuka. Meskipun sederhana, negosiasi adalah suatu keterampilan yang bersifat mendasar yang dibutuhkan oleh para lawyer. Negosiasi baik yang bersifat tranksional (transactional negotiation) maupun dalam konteks penyelesaian sengketa (dispute negotiation), tidak hanya sekedar sebuah proses yang bersifat intuitive, melainkan proses yang harus dipelajari, perlu pengetahuan, strategi dan keterampilan tertentu. Menurut Suparto Wijoyo, bahwa negosiasi ini bersifat informal, tidak terstruktur, dan waktunya tidak terbatas.
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup dengan negosiasi bisa saja unsur-unsur hukum tidak dipersoalkan, asalkan proses negosiasi tersebut mampu diselesaikan dengan baik dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Sukses atau tidaknya sebuah negosiasi tergantung oleh tujuan kedua pihak yang bersengketa, yang tentunya negosiasi tersebut akan mengalami kendala apabila salah satu pihak tidak memahami pentingnya negosiasi sehingga hanya menonjolkan hak-hak masing masing pihak. Selain berhadapan secara langsung antara kedua belah pihak, pada suatu keadaan tertentu masih tetap diperlukan perlunya orang ketiga yang memahami negosiasi sehingga hasil negosiasi justru tidak merugikan/menguntungkan salah satu pihak. Dalam proses bernegosisasi setidaknya ada 3 (tiga) aspek dalam proses negosiasi, untuk tercapainya sebuah negosiasi yang dilakukan oleh negosiator adalah sebagai berikut :
(1) Culture
Budaya antar bangsa yang berlainan , perbedaan budaya tersebut mencakup pula pada kebiasaan, pada masyarakat barat hukum diartikan ( right), dan di masyarakat timur, seperti Cina yang mempunyai akar Confucius , hukum di anggap insturumen untuk menjaga ketertiban
(2) Legal
Setiap negosiator mutlak memahami peraturan perundang-undangan berkenaan sengketa yang coba untuk diselesaikan. Mungkin ada peraturan perundang-undangan yang merupakan Public Policy, selanjutnya negosiator harus memahami instrument hukum yang dapat di gunakan sebagai tanda tercapainya penyelesaian sengketa nantinya, umpamanya perlu nantinya di perkuat keputusan hakim
(3) Practical
Pada aspek ini mutlak perlu bagi negosiator untuk menetapkan target maksimal dan minimal yang hendak dicapai dalam perundingan untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Contoh kasus yang pernah dialami oleh penulis pada saat bertugas adalah sengketa lingkungan hidup antara PT Sumatra Prima Fibreboard (SPF) di Kabupaten Ogan Ilir Propinsi Sumatra Selatan dengan masyarakat desa Palem Raya yang dapat diselesaikan dengan negosiasi antara kedua pihak.
Hal terpenting lainnya sehingga penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat terlaksana dengan baik adalah tidak adanya pengingkaran dari salah satu pihak terhadap hasil negosiasi. Pengingkaran baik seluruh atau sebagian kesepakatan akan mengakibatkan kegagalan negosiasi yang dapat berakhir dengan terjadinya konflik. Karena itu disamping negosiasi, untuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup perlu juga dijajaki bentuk-bentuk ADR yang lainnya seperti mediasi dan arbitrase. Kedua bentuk ini adalah perundingan dengan menggunakan bantuan dari pihak ketiga yang sifatnya netral.
(b) Mediasi
Mediasi dalam bahasa Inggris disebut mediation adalah penyelesaian sengketa dengan menengahi. Orang yang menjadi penengah disebut mediator. “ Mediation is private , informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decission on the parties (Hendry Campbell Black)[4]. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup, apabila antara kedua pihak tidak dapat menyelesaikan sendiri sengketa yang mereka hadapi, mereka dapat menggunakan pihak ketiga yang netral untuk membantu mereka mencapai persetujuan atau kesepakatan. Mediasi sendiri diatur dalam Pasal 6 ayat (3), (4) dan (5) UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Di dalam mediasi, seorang mediator mempunyai 2 macam peran yang dilakukan, yaitu pertama, medaitor berperan pasif. Hal ini berarti para pihak sendiri yang lebih aktif untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi sehingga peran mediator hanya sebagai penengah, mengarahkan penyelesaian sengketa, dsb. Kedua, mediator berperan aktif. Hal ini berarti mediator dapat melakukan berbagai tindakan seperti merumuskan dan mengartikulasi titik temu untuk mendapatkan kesamaan pandangan dan memberikan pengertian kepada kedua belah pihak tentang penyelesaian sengketa. Dengan demikian seorang mediator diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut karena kedua pihak yang bersengketa bersifat menunggu.
Dari uraian di atas dapat disampaikan disini bahwa ciri-ciri dan syarat penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi adalah :
Ciri-ciri :
(1) Perundingan dengan bantuan pihak ketiga yang netral.
(2) Pihak ketiga netral tersebut dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.
(3) Tugas mediator adalah memberikan bantuan substansial dan prosedural, dan terikat pada kode etik sebagai mediator.
(4) Mediator tidak berwenang mengambil keputusan. Keputusan diambil oleh pihak yang bersengketa itu sendiri.
Syarat :
(1) Adanya kekuatan tawar menawar yang seimbang antara para pihak
(2) Para pihak menaruh harapan terhadap hubungan dimasa depan
(3) Terdapat banyak persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran
(4) Adanya urgensi untuk menyelesaikan secara cepat
(5) Tidak adanya rasa pemusuhan yang mendalam atau yang telah berlangsung lama di antara para pihak
(6) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki pengharapan yang banyak dan dapat dikendalikan
(7) Membuat suatu preseden atau mempertahankan hak tidak lebih penting dibandingkan dengan penyelesaian sengketa yang cepat
(8) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, maka kepentingan-kepentingan pelaku lainnya, seperti pengecara atau penjamin tidak diberlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi[5].
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup, mediasi akan menguntungkan kedua belah pihak, selain proses penyelesaiannya yang cepat dan biaya murah. Selain bergantung kepada mediator, hasil dari negosiasi dapat juga dikatakan gagal apabila ada salah satu pihak yang melakukan pengingkaran terhadap hasil mediasi. Contoh kasus yang sudah pernah terjadi antara lain sengketa lingkungan hidup antara warga masyarakat Desa Jeruk Sari Kecamatan Tirto Kab. Pekalongan dengan PT Berhasiltek Pekalongan serta antara warga Kelurahan Panjang Wetan dengan PT Segara Subur Mina Sejahtera Pekalongan. Dari contoh kasus yang disampaikan di atas, negosiasi yang dilaksanakan mengalami kegagalan dikarenakan salah satu pihak tidak melakukan hasil mediasi yang telah disepakati.
(c) Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang juga dikenal sangat luas. Dalam arbitrase para pihak menyerahkan sengketa mereka kepada pihak ketiga yang netral yang berwenang mengambil keputusan dan keputusannya itu mengikat pihak yang bersengketa dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Ketentuan mengenai arbitrase itu sendiri diatur dalam pasal 1 Undang-Undang No. 30 tahun 1999, arbitrase adalah cara penyelesaian satu perkara perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Arbitrase ini lebih bersifat formil dan terstruktur daripada mediasi dan negosiasi. Para pihak yang bersengketa tidak merumuskan sendiri keputusan mereka namun bergantung kepada arbiter. Ciri- ciri arbitrase antara lain :
(1) Adanya pihak ketiga netral yang terdiri dari seorang atau panel dari arbiter.
(2) Argumentasi dalam arbitrase dapat disampaikan baik lisan maupun tertulis dengan dokumen tertentu sebagai bukti.
(3) Keputusan arbutrase bersifat mengikat
(4) Dalam arbitrase terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan provisional relief, initiating arbitrations, dan law applied by the arbitrator (Nolan-Haley,1991:128,149-155)[6]
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup menggunakan arbitrase secara teoritis memang lebih cepat dan “murah” dan dengan prosedur yang sederhana namun pilihan ini kadang dirasa kurang tepat dikarenakan arbitrase menyerupai dengan pengadilan, sehingga keputusan yang diambil bisa saja tidak menimbulkan kepuasan dari kedua belah pihak dan win-win solutions tidak dapat tercapai. Di Indonesia sendiri dikenal dua macam arbitrase, yaitu arbitrase institusional (arbitrase yang sifatnya melembaga) dan arbitrase ad hoc (arbitrase yang tidak permanen)
(d) Konsiliasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi diartikan sebagai usaha mempertemukan keinginan pihak yang bersengketa untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan atau bisa diartikan sebagai upaya untuk membawa pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua pihak secara negosiasi. Konsiliasi juga dapat dipakai apabila mediasi gagal. Mediator dalam konsiliasi bisa berubah fungsi menjadi konsiliator, dan jika tercapai kesepakatan, maka konsiliator berubah menjadi arbiter yang keputusannya dapat mengikat kedua pihak yang bersengketa.
(e) Pencarian fakta (fact finder)
Pencarian fakta sangat diperlukan dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Fakta-fakta sangat dibutuhkan dalam proses negosiasi ataupun mediasi. Pencarian fakta ini dilakukan oleh pihak yang netral yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan keterangan untuk dapat dilakukan evaluasi dengan tujuan memperjelas masalah-masalah yang menimbulkan sengketa. Adapun yang bisa dilakukan oleh tim pencari fakta tesebut adalah :
(1) Pemeriksaan kebenaran pengaduan.
(2) Meneliti sumber pencemaran lingkungan hidup
(3) Meneliti tingkat pencemaran suatu lingkungan hidup.
(4) Meneliti siapa pihak yang paling bertanggung jawab terhadap perusakan lingkungan hidup.
Hasil dari tim pencari fakta tersebut akan sangat berguna untuk menentukan keputusan terhadap perselisihan sengketa lingkungan hidup
- C. Efektifitas metode ADR
Secara umum, ada beberapa keuntungan menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup dengan menggunakan metode ADR yaitu :
(1) Keputusan yang hemat, jika dibandingkan dengan jalur pengadilan yang membutuhkan biaya yang besar.
(2) Penyelesaian secara cepat, jika dibandingkan dengan jalur pengadilan yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
(3) Hasil dapat memuaskan semua pihak.
(4) Kesepakatan yang timbul bersifat komprehensif dan customized, yaitu penyelesaian masalah lingkungan hidup bisa menyelesaikan masalah baik yang diatur dalam hukum maupun yang berada di luar jangkauan hukum.
(5) Tingkat kepercayaan yang tinggi dari pihak yang bersengketa.
(6) Tingkat pengendalian yang lebih besar dan hasilnya bisa diduga.
(7) Kesepakatan yang terbentuk bersiat win-win solution [7].
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup merupakan suatu penyelesaian sengketa yang unik, karena dalam sengketa tersebut tidak bisa serta merta diterapkan jalur melalui pengadilan. Hal ini disebabkan penyelesaian sengketa lingkungan hidup banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, baik itu faktor ekonomi, sosial bahkan sampai pada faktor politik. Sebagai contoh, apabila terjadi sengketa lingkungan hidup antara sebuah perusahaan dengan masyarakat, demi kepentingan penyidikan aparat penegak hukum tidak bisa serta merta menghentikan kegiatan perusahaan tersebut karena aparat penegak hukum harus memperhatikan juga hajat hidup orang banyak yang menjadi karyawan pada perusahaan tersebut. Apabila aparat penegak hukum tetap bersikeras, kemungkinan masalah sengketa lingkungan hidup tersebut bisa berkembang menjadi masalah sosial yang serius. Apabila menghadapi persoalan tersebut tentunya metode penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan menjadi lebih efektif.
Peranan instansi pemerintah dan juga non pemerintah (LSM Lingkungan hidup) yang berkaitan dengan lingkungan hidup tentunya sangat berperan penting dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup sekaligus melakukan kontrol terhadap pihak-pihak tertentu dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kepada perusahaan/pihak-pihak yang diduga melakukan tindak pidana lingkungan hidup harus dibebani oleh hakim untuk :
(1) Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan.
(2) Memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(3) Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan.
- III. PENUTUP
- A. Kesimpulan
(1) Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan merupakan sarana yang efektif dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan dapat tercapainya kepuasan antara kedua pihak yang bersengketa, sekaligus menetapkan cara-cara untuk menjaga dan melestarikan kembali fungsi lingkungan hidup sehingga tidak terjadi kembali hal-hal yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan harus bisa mendukung langkah-langkah konkret hukum untuk menciptakan keserasian lingkungan, yaitu :
– Sebagai landasan iteraksional terhadap lingkungan (basic to environment interactive)
– Sebagai sarana kontrol atas setiap interaksi terhadap lingkungan ( a tool of control)
– Sebagai sarana ketertiban interaksional manusia dengan manusia lain, dalam kaitannya dengan kehidupan lingkungan ( a tool of social order)
– Sebagai sarana pembaharuan ( a tool of social engineering) menuju lingkungan yang serasi menurut arah yan dicita-citakan (agent of change)
- B. Saran
(1) Perlunya peran aktif Polri sebagai aparat penegak hukum dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan terkait lingkungan hidup baik melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan.
(2) Perlunya pemahaman kepada masyarakat dalam hal menjaga kelestarian lingkungan hidup demi mendukung upaya pembangunan berkelanjutan.
[1] Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta : Djambatan, cetakan ketujuh,1997, hlm.53
[2] Hyronimus Rhiti, S.H.,LLM, Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2006.hlm .123
[3] Slide mata kuliah Pengetahuan dan Hukum Lingkungan Hidup
[4] Sodikin,SH,M.Hum, Penegakan hukum lingkungan tinjauan atas UU No. 23 tahun 1997,Jakarta:Djambatan, 2003
[5] Slide mata kuliah Pengetahuan dan Hukum Lingkungan Hidup
[6] Hyronimus Rhiti, S.H.,LLM, Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2006.hlm .123
Filed under: Paper | Leave a comment »