• About me

    Salam hormat,
    Nama saya ADITYA KURNIAWAN,SH . Saya dilahirkan di Banajrnegara pada tanggal 19 Juni 1983. Pekerjaan saya adalah sebagai anggota Polri berpangkat Ajun Komisaris Polisi dan saat ini saya sedang melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian - PTIK sebagai mahasiswa angkatan LVII.

    Istri saya tercinta bernama THREENA SAVAYONA, SE,MM dan kami telah dikaruniai seorang putri bernama MICHELLA ASHALINA PUTRIADITYA yang saat ini berumur 2,5 tahun.

    Saya menghabiskan masa sekolah saya di Semarang. Saya bersekolah di SD Sompok 03 Semarang, SLTP 2 Semarang dan SMU 3 Semarang lulusan tahun 2001.
    Setelah lulus dari SMU, saya melanjutkan pendidikan di Akademi Kepolisian pada tahun 2001 sampai akhirnya lulus pada tahun 2004. Nama Batalyon saya saat itu adalah TATAG TRAWANG TUNGGA.
    Setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Kepolisian, saya ditempatkan di Polda Sumatera Selatan. Pertama kali saya bertugas di Polres Ogan Ilir yang merupakan pemekaran Kabupaten Ogan Komering Ilir. Setelah kurang lebih satu tahun bertugas disana, saya dipindah tugaskan di Poltabes Palembang sebagai Kanit Reskrim Polsekta Sungai Gerong. Setelah 8 bulan bertugas, saya dipindah tugaskan kembali sebagai Kanit Reskrim Polsekta Sukarami Poltabes Palembang selama 1,5 tahun.
    Perjalanan tugas saya berlanjut lagi sebagai Kapolsek Indralaya Polres Ogan Ilir selama 1 tahun. Indralaya merupakan ibukota Kabupaten Ogan Ilir yang merupakan tempat tugas saya pertama kali.
    Setelah satu tahun menjadi Kapolsek Indralaya saya dipindah tugaskan kembali sebagai Kapolsek Talang Kelapa Polres Banyuasin. Saya menjabat sebagai Kapolsek Talang Kelapa hanya selama 6 bulan karena saya harus melanjutkan pendidikan di STIK-PTIK Jakarta.
    Blog ini saya buat sebagai sarana untuk berbagi tentang kajian-kajian yang saya pelajari di STIK-PTIK terhadap peristiwa yang terjadi di masyarakat. Selain itu saya memanfaatkan Blog ini sebagai sarana belajar untuk membuat suatu tulisan.
    Regards

  • Calendar

    Februari 2011
    S S R K J S M
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    28  

PERANAN POLRI DALAM PENCEGAHAN BAHAYA NARKOBA


BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. Latar Belakang Masalah

Peredaran gelap narkotika dan obat-obat berbahaya atau narkoba dalam beberapa tahun terkahir perkembangannya sangat cepat dan meluas. Peredarannya bahkan sampai di kota dan di desa sampai kepada pelajar tingkat Sekolah Dasar (SD).Sementara pemberantasannya sangat sulit dilakukan karena jaringannya sangat luas, tersusun rapi, bahkan polisi pun bisa terlibat dalam jaringan narkoba. Berbagai jurus polisi untuk menjaring narkoba sudah banyak dilakukan namun belum juga memuaskan.   Saat ini kasus Narkoba di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan serta adanya bukti bahwa saat ini Indonesia bukan hanya menjadi negara transit namun telah berubah menjadi negara konsumen, produsen, bahkan pengekspor narkoba.

Berbagai keberhasilan yang telah dilakukan oleh Polri untuk mengungkap para pelaku dan pabrik-pabrik narkoba di Indonesia tidak membuat para pelaku tersebut jera justru kasus narkoba itu semakin meningkat. Berdasarkan laporan dan informasi tentang situasi dan perkembangan permasalahan narkoba, telah diketahui bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius bagi masa depan bangsa Indonesia. Dari data statistika yang dimiliki oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), peredaran shabu (methamphetamine) terus meningkat sejak tahun 2006, hal tersebut digambarkan dari bertambahnya jumlah kasus dan tersangka jenis shabu dan mencapai level tertinggi pada tahun 2009 (10.742 kasus dan 10.183 tersangka). Demikian pula dengan jumlah penyitaan shabu oleh Ditjen Bea dan Cukai tahun 2009 juga menunjukkan adanya peningkatan . Hasil survey BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% atau sekitar 921.695 orang. Jumlah tersebut sebanyak 61% menggunakan narkoba jenis analgesik, dan 39% menggunakan jenis ganja,amphetamine,ekstasi dan lem (Jurnal Data P4GN, 2010. [1]

Pada zaman lampau , peredaran narkoba melalui perdagangan sehingga banyak beredar di sekitar pelabuhan terutama pantai utara Jawa, dan sebagian kepedalaman melalui jalur darat. Saat ini, lalu lintas narkoba baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diselundupkan oleh orang asing, melalui banyak jalur dan dengan berbagai macam modus operandi. Peredaran narkoba sangat marak di kota-kota besar seperti di tempat hiburan malam, bar, diskotik, pemukiman, dan hotel-hotel tertentu, bahkan para pelaku membuat pabrik narkoba di apartemen dan di komplek perumahan mewah untuk mengelabui petugas.

Dari aspek penegakan hukum, saat ini semakin banyak pelaku yang berhasil ditangkap dan barang bukti narkoba yang berhasil disita. Hal ini menunjukkan keberhasilan pencegahan dan penegakan hukum terhadap para pelaku penyalahgunaan Narkoba namun di sisi lain hal ini dapat menimbulkan keprihatinan  akibat gencarnya peredaran gelap Narkoba.  Pemerintah Indonesia telah berupaya keras dalam memerangi Narkoba, hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkoba sebagai penyempurnaan dari UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika yang dinilai kurang memberikan efek jera dalam pelaksanaannya, tidak dapat mencegah tindak pidana narkoba yang meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif serta bentuk kejahatannya yang sudah mulai terorganisir dan masih banyak ditemukan kekurangan  sehingga dapat melemahkan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku penyalahgunaan Narkoba bahkan menjadi salah satu upaya oknum penegak hukum untuk melakukan ‘kerjasama’ dengan para pelaku penyalahgunaan narkoba.  Dalam pelaksanaannya sudah jelas bahwa Polri merupakan garda terdepan dalam hal pencegahan dan pemberantasan Narkoba bahkan Polri sendiri telah menempatkan Narkoba sebagai kasus yang mendapat perhatian serius atau diutamakan, namun tugas berat tersebut tentunya tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari semua element masyarakat.

Narkoba adalah bahan/zat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikkan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan mulai dari keinginan untuk coba-coba, ikut trend/gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan, dll maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi, disebut juga kecanduan. Kecanduan inilah yang menyebabkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada system saraf pusat dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal. Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat dari fisik, psikis maupun social seseorang. [2]

PEMBAHASAN

  1. A. Bagaimana perbedaan UU No. 35 tahun 2009 sebagai penyempurnaan UU No. 22 tahun 1997.

Sebagaimana diketahui bahwa UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan UU no. 5 tahun 1997 dinilai sudah tidak relevan lagi dengan dinamika perkembangan kejahatan Narkoba di Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain bahwa tindak pidana Narkoba telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operansi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. [3] Dalam UU No. 22 tahun 1997 mengatur upaya-upaya pemerintah dalam pemberantasan penyalahgunaan narkoba, di dalamnya diatur tentang ruang lingkup dan penggunaan narkotika, pengadaan narkotika untuk melakukan pelayanan kesehatan, impor dan ekspor narkotika yang berada di bawah pengawasan Menteri Kesehatan dan Menteri Perdagangan. Dari factor ketentuan pidana di dalam UU No. 22 tahun 1997 mengatur tentang ancaman hukuman terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba mulai pada hukuman penjara dalam kurun waktu tertentu, hukuman seumur hidup bahkan sampai pada hukuman mati. Di dalamnya juga diatur mengenai pengobatan dan rehabilitasi terhadap pecandu narkoba. UU No. 35 tahun 2009 dibuat oleh pemerintah sebagai penyempurnaan dari UU sebelumnya, dimana di dalam UU No. 35 tahun 2009 tersebut terdapat beberapa perubahan yang mendasar, antara lain :

  1. 1. Perubahan jenis dan golongan narkoba

Dalam UU sebelumnya golongan narkoba dibagi menjadi dua bagian yang keduanya diatur dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang nakotika dan UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Dalam lampiran UU No. 22 tahun 1997 terdapat 26 jenis narkotika golongan I, 87 jenis narkotika golongan II, dan 14 jenis narkotika golongan III. Sedangkan dalam lampiran UU No. 35 tahun 2009 terdapat 65 jenis narkotika golongan I, 86 jenis narkotika golongan II, dan 11 jenis narkotika golongan III. Dalam lampiran tersebut dapat dilihat bahwa di dalam UU No. 35 tahun 2009 terdapat penggabungan beberapa jenis psikotropika golongan I dan II (lampiran UU No. 5 tahun 1997) ke dalam narkotika golongan I di UU No. 35 tahun 1997. Selain itu dalam UU No. 35 tahun 2009 terdapat penekanan terhadap penyalahgunaan precursor narkotika yaitu zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika.

Perkembangan tersebut dirasakan sangat sesuai dengan tren kejahatan penyalahgunaan narkoba pada saat ini. Jenis narkoba yang marak digunakan adalah jenis shabu-shabu, namun dalam UU sebelumnya shabu-shabu hanya digolongkan pada jenis psikotropika golongan II sehingga memiliki ancaman hukuman pidana yang lebih ringan. Dari segi kesehatan shabu-shabu justru memiliki dampak merusak kondisi fisik dan psikis seseorang yang lebih tinggi, bahkan di Indonesia sendiri banyak terungkap pabrik-pabrik narkoba jenis shabu-shabu yang beromzet sampai puluhan miliar rupiah.

  1. 2. Peran BNN dalam melakukan penyidikan narkotika

Dalam UU No. 22 tahun 1997 dan UU No. 5 tahun 1997 pemberantasan Narkoba hanya dititikberatkan kepada Penyidik Polri dan penyidik PPNS, namun pada pasal 64 UU No. 35 tahun 2009 tercantum dibentuknya Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai upaya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika serta precursor narkotika, dimana BNN merupakan lembaga pemerintah non kementrian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pada UU no. 35 tahun 2009 juga disebutkan bahwa kewenangan Penyidik BNN sama dengan kewenangan Penyidik Polri.

  1. 3. Pemusnahan barang bukti narkotika

Dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 92, diatur dengan sangat jelas perihal pemusnahan barang bukti narkotika. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemusnahan barang bukti narkotika khususnya yang berbentuk tanaman wajib dilakukan paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan dan dapat disisihkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan latihan. Dalam UU No. 22 tahun 1997 tidak dijelaskan tentang jangka waktu barang bukti narkotika harus dimusnahkan.

  1. 4. Pengobatan dan rehabilitasi.

Dalam hal pengobatan pada pasal 53 UU No. 35 tahun 2009 dengan tegas menyatakan bahwa untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, doker dapat memberikan narkotika golongan II atau golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 55 UU No 35 tahun 2009 pasal 55 ayat (1) juga disebutkan tentang kewajiban orang tua/wali bagi pecandu narkoba yang belum cukup umur, wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rehabilitasi medis dan sebagainya untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.

  1. 5. Ketentuan pidana.

Pada ketentuan pidana UU No. 35 tahun 2009 mengatur sebanyak 35 pasal dibandingkan UU terdahulu sebanyak 23 pasal saja. Selain itu dalam UU no 35 tahun 2009 memiliki ancaman hukuman pidana penjara yang lebih lebih berat demikian halnya dengan ancaman hukuman denda. Pokok-pokok perubahan tersebut antara lain :

  1. Adanya system pidana minimal.
  2. Semakin beratnya hukuman bagi pelaku yang melakukan pelanggaran untuk seluruh jenis / golongan narkotika.
  3. Semakin banyak barang bukti yang disita dari pelaku, maka hukuman pidana akan semakin bertambah berat.
  4. Bagi penyalahguna narkotika yang merupakan korban penyalahgunaan narkotika wajib mengikuti rehabilitasi medis atau rehalbilitasi social sebagaimana tercantum dalam pasal 127 ayat (3) UU no. 35 tahun 2009.
  5. Adanya sanksi pidana bagi orang tua/wali pecandu yang belum cukup umur yang tidak melaporkan kepada aparat yang berwenang berupa kurungan selama 6 bulan atau denda sebesar Rp.  1.000.000,- (satu juta rupiah).
  6. Adanya ancaman hukuman bagi penyidik Polri/BNN atau PPNS yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan.
  1. B. Peran dan fungsi Polri dalam pencegahan narkoba.

Peran dan fungsi Polri dalam pencegahan narkoba tidak hanya dititik beratkan kepada penegakan hukum tetapi juga kepada pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah seluruh usaha yang ditujukan untuk mengurangi permintaan dan kebutuhan gelap narkoba. Berdasarkan prinsip dasar ekonomi tentang permintaan (demand) dan persediaan (supply), selama permintaan itu masih ada,persediaan akan selalu ada, dan apabila permintaan itu berhenti atau berkurang, persediaan akan berkurang, termasuk pasarnya. [4] Dalam konsep penegakan hukum oleh Polri tentunya tidak terlepas dari terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Seperti tercantum dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri, Kamtibmas didefinisikan sebagai :

suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.”

Dengan demikian sangatlah jelas bahwa penegakan hukum merupakan salah satu bagian dari tugas tersebut. Penjelasan tersebut juga menegaskan kembali apa yang sebenarnya menjadi tugas kepolisian, yaitu tugas preventif atau melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dan kejahatan atau juga memelihara ketertiban (order maintenance) dan tugas represif yaitu melakukan penegakan hukum (law enforcement).

  1. 1. Fungsi Penegakan Hukum

Dalam hal penegakan hukum, tidak terlepas dari kegiatan penyelidikan dan penyidikan kasus narkoba. Seperti diketahui kasus narkoba merupakan kasus yang khas dimana kasus narkoba merupakan kasus yang tidak ada “laporan polisi”, hanya berdasarkan informasi maupun laporan dari masyarakat yang ditindak lanjuti oleh Polri. Dalam penanganan kasus narkoba, selain berpedoman kepada KUHAP dan UU Narkotika, fungsi diskresi juga sangat diperlukan. Namun dalam prakteknya banyak anggota Polri yang tidak memahami arti diskresi secara benar sehingga diskresi sering menjadi dalih atas ketidakmampuan anggota Polri dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat.  Diskresi adalah “wewenang yang diberikan hukum untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati instansi atau petugas itu sendiri” ( Walker,1983:54 dalam Barker,1994 )[5] Wacana tersebut ditegaskan dalam pasal 16 huruf ( l )dan pasal 18 UU No. 2 tahun 2002 yaitu :

Pasal 16 :

( huruf l )

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Kewenangan tersebut diatur dalam KUHAP Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 dan pasal 7 ayat (1) huruf j : yang dimaksud “tindakan lain” adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :

–                 Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.

–                 Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan

–                 Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.

–                 Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa

–                 Menghormati hak asasi manusia.

Pasal 18

Ayat (1)

Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

Ayat (2)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan perundang-undangan yang dijadikan pedoman oleh setiap anggota Polri adalah UU no. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya dalam pasal 13 tentang Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu : memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum , memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 75, Penyidik berwenang untuk :

  1. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  2. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  3. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi
  4. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
  5. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  6. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
  7. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
  8. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional.
  9. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup
  10. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan
  11. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika
  12. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya
  13. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka
  14. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman
  15. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  16. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita
  17. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika
  18. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
  19. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Dari uraian di atas menunjukkan beratnya tanggung jawab Polri dalam menegakkan hukum, hal ini dikarenakan di satu sisi Polri harus menjunjung asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma penegakan supremasi hukum sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan.  Namun tindakan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika juga harus tetap dilaksanakan melalui pola-pola preventif demi terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

  1. 2. Fungsi preventif

Pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah seluruh usaha yang ditujukan untuk mengurangi permintaan dan kebutuhan gelap narkoba. Berdasarkan prinsip dasar ekonomi tentang permintaan ( demand) dan persediaan ( supply ), selama permintaan itu ada, persediaan akan selalu ada, dan apabila permintaan itu berkurang atau berhenti, persediaan akan berkurang termasuk pasarnya. [6] Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks yang secara umum disebabkan oleh 3 ( tiga ) faktor yaitu : factor individu, factor lingkungan dan factor ketersediaan, menunjukkan bahwa pencegahan penyalahgunaan narkoba yang efektif memerlukan pendekatan secara terpadu dan komprehensif.  Oleh karena itu peranan semua pihak termasuk para orang tua, guru, LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat dsb sangatlah penting. [7]

Peranan Polri menjadi sangat besar dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba, hal ini disebabkan Polri memiliki fungsi Bhabinkamtibmas yang menjadi ujung tombak terjalinnya komunikasi antara Polri dengan masyarakat sehingga Bhabinkamtibmas dapat membimbing masyarakat bagi terciptanya lingkungan yang menguntungkan upaya penertiban dan penegakan hukum, upaya perlindungan dan pelayanan masyarakat di desa/ kelurahan. Peranan tersebut antara lain :

  1. a. Sebagai motivator

Bhabinkamtibmas dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap kesadaran hukum dan keamanan lingkungan agar tidak menjadi korban atau pelaku kejahatan penyalahgunaan narkoba. Selain itu Bhabinkamtibmas diharapkan mampu mendorong, mengarahkan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat di wilayah tugasnya untuk berperan serta mencegah timbulnya gangguan Kamtibmas termasuk penyalahgunaan Narkoba.[8]

  1. b. Sebagai Pembina kader

Bhabinkamtibmas dapat membangun kemitraan dengan masyarakat yang berperan aktif dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas yang diemban oleh Bhabinkamtibmas. Mampu mengajak partisipasi para tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam menanggulangi munculnya kasus penyalahgunaan narkoba di wilayahnya.[9]

  1. c. Sebagai fasilitator

Memfasilitasi para kader dan para tokoh masyarakat serta menjadi mediator dalam hal menyelesaikan masalah-masalah penyalahgunaan narkoba yang timbul di wilayah tugasnya.

Tinggalkan komentar